Sebagian warga di Kota Batam, Kepulauan Riau, kesulitan air bersih sejak Jumat (20/1/2023) malam. Hal itu disebabkan kerusakan instalasi pengolahan air di salah satu dari enam waduk sumber air bersih di Batam.
Batam tidak memiliki sungai dan cadangan air tanah sebagai sumber air bersih. Oleh karena itu, akses air bersih warga bergantung sepenuhnya dari instalasi pengolahan air bersih di enam waduk penampung hujan tersebut.
Terganggunya akses air bersih sebagian warga kali ini disebabkan kerusakan variable speed drive di instalasi pengolahan air Waduk Duriangkang. Dampaknya, warga di Kecamatan Batam Kota dan Kecamatan Nongsa tidak mendapat air bersih sejak Jumat malam.
Waduk Duriangkang merupakan sumber air bersih yang terbesar dan paling vital di Batam. Kapasitas produksi Duriangkang sekitar 2.700 liter air per detik. Waduk itu menopang sekitar 70 persen kebutuhan air di Batam.
Dian (37), warga Kecamatan Batam Kota, Senin (23/1/2023), mengatakan, dirinya harus membeli sedikitnya enam air galon per hari untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK). Ia membeli air dengan harga Rp 5.000-Rp 11.000 per galon. ”Sekarang satu hari habis sekitar Rp 50.000 untuk beli air. Itu mahal sekali karena biasanya tagihan air satu bulan hanya Rp 40.000,” katanya.
Dian tinggal di Perumahan Griya Panorama Permai, Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota. Di lokasi tersebut, hampir semua warga meletakkan ember, drum, juga panci di depan rumah untuk menadah air hujan.
Ketua RW 022 Griya Panorama Permai, Hendri, mengatakan, warga dari permukiman lain bahkan banyak yang sampai harus mengambil air dari kubangan di sekitar Bandara Hang Nadim. Segala cara dilakukan warga untuk mendapatkan air supaya kebutuhan MCK terpenuhi.
”Kami sudah minta pemerintah untuk kirim mobil tangki air, tetapi sampai saat ini belum ada yang datang,” ucap Hendri.
Adapun warga di Perumahan Bukit Raya, Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota, memilih untuk patungan membeli air dari mobil tangki swasta. Di perumahan itu, di mana-mana terlihat antrean warga yang membawa galon untuk mengambil air dari mobil tangki.
Salah satu warga, Gito (57), mengatakan, satu tangki harganya Rp 500.000. ”Satu tangki bisa untuk sepuluh rumah. Jadi, kami ajak tetangga untuk patungan masing-masing Rp 50.000,” ujarnya.
Pengelolaan air bersih di Batam dilakukan lewat skema kerja sama pemerintah dan badan usaha. Pemerintah, dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam, bertanggung jawab mengurus waduk. Adapun distribusi air dilakukan oleh PT Moya Indonesia.
Ketua Komisi I DPRD Batam Lik Khai mendesak PT Moya Indonesia segera menyelesaikan persoalan tersebut. Pemerintah, khususnya BP Batam, juga tidak boleh tinggal diam karena akses air bersih warga harus dijamin kelancarannya. ”PT Moya harus bertindak cepat. Kalau dapat info ada air mati, segera kirim mobil tangki air supaya warga tidak kelimpungan mencari air ke mana-mana,” katanya.
Lewat pernyataan tertulis, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menyatakan, pekerjaan perbaikan variable speed drive instalasi pengolahan air di Waduk Duriangkang telah selesai pada Minggu (22/1/2023) malam. Secara bertahap, air bersih sudah mulai mengalir di beberapa wilayah terdampak.
Namun, Ariastuty juga mengakui, di beberapa titik, suplai air belum sepenuhnya pulih. Daerah yang suplai airnya belum pulih itu terutama adalah permukiman yang berada di kontur tanah dengan elevasi tinggi dan daerah yang letaknya jauh dari waduk.
Ia menambahkan, BP Batam dan PT Moya Indonesia telah menyiapkan mobil tangki air bersih yang bersiaga selama 24 jam. Ketua RT atau RW di daerah terdampak dapat berkoordinasi jika membutuhkan suplai air bersih dari mobil tangki tersebut.
Sumber: Kompas.com